Gila
Hormat ala Fasisme
Tri Indra Purnama
Pada saat itu di Nunberg 1934,
kongres Partai Nazi dilakukan. Mereka terperangah, mereka diam tapi tegap.
mereka terdiri dari 700.000 ribu yang didiami di sebuah tanah lapang yang luas.
Para penggede partai berdiri rapat dan menantang di atas panggung. Mereka
sangat yakin ketika Sang Fuhrer (Adolf Hitler) memberikan pidato doktrinisasi fasis.
Sang Mesias ini berkata, “ini adalah keinginan kita bahwa negara dan Reich ini
akan bertahan pada milinium selanjutnya”. Dan hadirin pun mengamini.
Perang
Dunia I (1914-1918), dikenal juga sebagai masa runtuhnya rezim monarki absolut
besar (Ottoman, Hasbrug, Romanov dan Hohenzollern) melahirkan rezim fasisme di
Eropa. Perang Dunia I juga memicu revolusi Rusia yang diikuti oleh beberapa
negara lain seperti Cina dan Kuba.[1]
Krisis terjadi begitu hebat di Italia. Masyarakat sipil merongrong kelaparan
dan kesakitan akibat penyakit yang diderita. Setiap tegongan (belokan) gang
menampakan wajah yang suram. Mereka tidak bekerja, mereka sakit, malah mereka
hampir mati akibat dampak krisis yang besar. Momen ini dimanfaatkan oleh para
kelompok fasis yang menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang terpilih
untuk melanjutkan cita-cita kemenangan perang.
Fasisme
mendapat tempat yang kuat pada masa Perang Dunia II, namun Ideologi ini seakan
lenyap pada akhir 1940an. Kemunculan Perang Dunia II (1939-1945) adalah salah
satu penyebab dari terjadinya perkembangan ideologi fasisme di Italia, Jerman
dan Jepang. Fasisme meneriaki tujuan perluasan doktrin pada tahapan
internasional. Mereka menginginkan lebih dari tahapan nasional. “Jerman hari
ini, esok seluruh dunia” menggambarkan isi dalam mars Nazi. Dalam usahanya
mencapai cita-cita, fasisme ditopang oleh para pengusaha industri dan para tuan
tanah. Karena dua kelompok ini sangat mementang eksistensi serikat buruh yang
dianggap penghambat dalam proses produksi. Kelas menengah dan militer juga kelas-kelas
yang menjadi topangan bagi perjalanan misi fasis. Fasisme memanfaatkan para
kelompok tersebut untuk bisa menggapai kekuasaan.
Kaum fasis menempuh masa kekuasaannya pada tiga gelombang.[2] Gelombang pertama terjadi pada tahun 1920an. Krisis besar yang terjadi di Italia pada paska perang menaikan pamor Mussolini dan ia berhasil medapatkan jabatan sebagai Perdana Mentri tahun 1922, mencapai kekokohan masa pada tahun 1925. Gelombang kedua terjadi ketika Hitler diangkat oleh Kanselir Jerman sebagai ketua koalisi kaum Nazi dan Nasionalis pada tahun 1933. Ia dengan cepat melanggengkan kekuasaannya dengan menutup rapat tumbuhnya partai selain partai Nazi. Selain itu terjadi pula kemunculan fasis pada masa ini di Austria oleh Enlebert Dollfuss yang mendirikan partai Tunggal (Front Tanah Air) dan menghapuskan parlemen. Sikapnya ini dilatarbelakangi akibat keogahannhya didukung oleh kelompok social demokrat. Gelombang pada masa ini diikuti pula di Portugal oleh Antonia Salazar, Spanyol oleh Jenderal Franco dan di Hungaria oleh Laksamana Horty. Gelombang ketiga ditandai dengan keberhasilan kebijakan luar negri Jerman dalam penyerbuannya terhadap negara-negara lain berdampak pada perluasan penerimaan doktri fasis di sejumlah negara-negara yang kecipratan lebih banyak akibat invasinya.
Apa
yang sudah dipaparkan di atas merupakan gambaran umun mengenai kemunculan dari ideologi
fasisme. Untuk selanjutnya, saya ingin memfokuskan mengenai apa itu fasisme dan
bagaimana konsep mengenai ideologi ini. Dilanjutkan dengan pemetaan pemikiran
dua nama tokoh yang pantas untuk diangkat dalam diskusi kali ini, Benito
Mussolini dan Adolf Hitler.
FASISME
Seperti liberalisme, konservatisme, komunisme, sosialisme dan demokrasi, fasisme adalah satu dari ideologi politik besar yang muncul pada abad 20.[3] Ideologi ini berkembang cukup pesat di akhir Perang Dunia I hingga berjalannya Perang Dunia II. Malah, Perang Dunia II dipicu oleh pergerakan ideologi ini yang dilakukan oleh Hitler untuk mengekspansi Polandia. Hitler menggunakan “Utopia Rasisme”, yang menganggap bahwa diperlukannya penghilangan atau pengusiran Jewish di Jerman dan penaklukan Militer di Eropa Utara. Sementara Mussolini memantapkan posisi diktatornya untuk melanjutkan perang pada tahun 1926.
Seperti liberalisme, konservatisme, komunisme, sosialisme dan demokrasi, fasisme adalah satu dari ideologi politik besar yang muncul pada abad 20.[3] Ideologi ini berkembang cukup pesat di akhir Perang Dunia I hingga berjalannya Perang Dunia II. Malah, Perang Dunia II dipicu oleh pergerakan ideologi ini yang dilakukan oleh Hitler untuk mengekspansi Polandia. Hitler menggunakan “Utopia Rasisme”, yang menganggap bahwa diperlukannya penghilangan atau pengusiran Jewish di Jerman dan penaklukan Militer di Eropa Utara. Sementara Mussolini memantapkan posisi diktatornya untuk melanjutkan perang pada tahun 1926.
Dalam
menggauli literatur fasisme, gerakan ideologi ini sangat irasional. Mitos ras unggul
adalah sesuatu yang sangat tidak sesuatu. Mereka memporak-porak tatanan politik
yang sudah ada pada saat itu. Apa yang dikata-kata oleh para ilmuwan Ppolitik
(Kevin Passmore, David Renton, dll) mengenai kengabluan terdengar benar.
Makanya, eksistensi dari rezim ini tidak bertahan lama, setelah Hitler dan
Mussolini, tak ada lagi tokoh-tokoh fasis yang mentereng.
Kerancuan
dalam pemaknaan yang tepat mengenai gerakan ini, sekiranya bisa ditarik
penjelasan mengenai fasisme dibagi dalam dua tipe gerakan[4]. Tipe
gerakan Pertama melihat fasisme
sebagai gerakan reaksioner, lanjutan dari perjuangan kelas. Kemunculan gerakan
buruh menjadikan kelompok-kelompok grande
bourgeoisie untuk menaklukan tantangan revolusioner dari gerakan buruh.
Tipe gerakan kedua melihat fasisme
sebagai gerakan revolusioner. Gerakan revolusioner ini disokong dari lapisan
menengah dan menengah ke bawah. Gerakan revolusioner ini menganjurkan revolusi
nasional dan meraih dukungan dari kelas-kelas yang tertindas dan diabaikan oleh
pemerintah liberal.
Fasisme
memiliki kerangka doktrin yang selalu ada dalam diri Fasime, antara lain; ras, imperialisme
nasional, kepemimpinan elit dan pengambilan tradisi sosialisme nasional.[5] Ras
yang dibawa oleh fasis diinspirasi dari tradisi Darwinisme. Ini terjadi di
Jerman dengan pembawaan Ras Arya oleh Hitler. Walaupun tidak semua negara-negara
Fasis memasukan Rasisme dalam doktrin mereka, namun keterkaitan ini tidak bisa
dipisahkan. Imperialisme nasional mengusung bahwa untuk menjalankan kekuasaan negara
di atas kepentingan individu adalah suatu tugas moral. Setelah masalah ras
diangkat lalu digerakan untuk mengejar imperialis, dibutuhkan kepemimpinan elit
atau seseorang yang sangat layak untuk memimpin kelompok tersebut. Ini
didasarkan pada pemikiran Nietzsche tentang “superman”. Sosialisme nasional
adalah tawaran baru dari dua prinsip ideologi besar pada saat itu (liberalism
dan sosialisme). Sosialisme nasional memberikan peningkatan ekonomi pada
kepentingan negeri dan negara sebagai agen.
Fascist Benito Mussolini
Benito
Mussolini keluar sebagai seorang anak dari organ vital ibunya pada 29 Juli 1883
di kota kecil pusat Italia. Ia kecil adalah seorang anak yang bader, suka
melawan, agresif dan kasar. Ia pernah membaca buku-buku Hegel, Friedrich W. Nietzsche,
Georges Sorel, dan lainnya.[6] Mussolini
pertama kali mendapat perhatian nasional pada tahun 1912 sebagai pemimpin
partai sosialis Italia sayap radikal. Berjalannya waktu, ia terpengaruh oleh
gerakan sindikalis.[7]
Di periode1922-1943 ia menjabat sebagai Perdana Menteri dan pada 28 April 1945 ia
menghembuskan nafas terakhirnya.
Terdapat
beberapa inti pokok doktrin fasisme oleh Mussolini, antara lain[8]:
-
Watak Negara
Fasisme
memahami negara sebagai organisasi yang mempunyai satu tujuan, satu kehidupan,
dan satu perangkat aksi yang lebih tinggi dari pada tujuan-tujuan lain baik
yang berasal dari kehidupan dan aksi individu atau kelompok individu yang
membentuknya. Negara dipenuhi oleh semua aktivitas manusia dengan kehendak
indipenden yang dominan. Negara dianugerahi dengan kehidupan organis dari
dirinya sendiri yang maknanya lebih tinggi daripaa kehidupan individu. Negara
bukanlah tanah air, rakyat, atau pemerintah, bukan pula gabungan dari
ketiganya, ia adalah “idea” yang lebih tinggi.
- Kedaulatan Negara
Kedaulatan
negara menurut fasis adalah absolut dan totalitarian. Negara adalah pencipta
semua hak yang mempunyai kontrol penuh terhadap tindakan rakyatnya, Negara
sebagai sesuatu yang mencangkup semua. Tidak ada nilai-nilai lain yang boleh
eksis di luar negara. Kedaulatan negara menurut fasis ini sangat berbeda dengan
kedaulatan negara menurut demokrasi yang memberikan kedaulatan kepada rakyat.
Kaum fasis tidak mempercayai bahwa orang awam yang memiliki kedaulatan dapat
bertindak lebih baik dibanding negara. Mereka menolak bahwa dalam demokrasi,
rakyat hanya mengurusi berbagai kepentingannya dan tidak berupaya
berkonstribusi untuk negara.
Manusia
menemukan kemerdekaanya dalam ketertundukan penuh pada negara. Sudah tiba
saatnya individu kembali pada visi
kedudukannya yang sebenarnya dalam semesta, sudah tiba saatnya individu belajar
mengekang dan menguasai dirinya sendiri, sudah tiba saatnya individu bahwa
kebebasaanya dicabut darinya jika ia menyadari tujuan tertinggi dari
kehidupannya.[9]
Kondisi ini sangat membentuk negara tirani. Namun Mussolini mengatakan bahwa
suatu negara yang didasarkan atas jutaan orang yang mengakui otoritasnya,
merasakan tindakanya, dan bersedia berkorban untuk mecapai tujuannya bukanlah negara
tirani. Negara fasis ingin menggandakan energinya, kebebasan pribadi bukanlah
tujuan dari dirinya, namun lebih dari itu, yakni merealisasikan tujuan yang
lebih besar: kebebasan roh. Bebas dalam konsep fasis berarti tidak menjadi
budak keiginan, ambisi dan nafsu orang lain, tetapi mempunyai kebebasan penuh
untuk mencapai apa yang benar dan baik serta adil. Dan negara yang menentukan
kebenaran dan keadilan. Individu dianggap bebas selama individu itu bertindak
sesuai dengan ketentuan untuk mematuhi negara.
Fascist Hitler
Hitler
dilahirkan dengan normal pada 20 April 1889, empat tahun lebih tua dari
Mussolini. Ia meninggal pada bulan yang sama dengan kelahirannya, 30 April 1945.
Pada tahun 1934 ia mendapat kedudukan sebagai Fuhrer (pemimpin) hingga
meninggal.[10]
Hitler
dalam fasisnya memasukan unsur ras sebagai doktrin untuk praktik kekuasaanya.[11]
Hitler mempercayai semua sejarah adalah pertentangan antar ras, bukan antar
kelas. Berkisar pada hukum alam, semua perkawinan spesies, keturunan, dan ras
menimbulkan kelemahan. Sebagaimana tidak ada persamaan antara manusia juga
tidak ada persamaan antara ras, karena kekuatan ras terletak pada kemurniannya.
Penganjuran untuk kemurnian ras Arya adalah suatu yang wajib agar ras Arya
tersebut tidak terkontaminasi oleh ras lain. Menurut Hitler, ras Arya adalah
ras yang memiliki mentalitas yang luar biasa. Mereka teguh ketika telah
menetapkan pilihannya dan alam memilih ras ini untuk sebagai pemimpin. Dan ras
Arya yang murni menurutnya ada di Jerman. Hitler masih belum jelas dalam
menerangkan mengapa Ras Arya yang murni terdapat di Jerman. Untuk menstimulus
gagasan mitos ras Aryanya, Hitler menambahkan unsur antisemitisme. Ia
mengatakan bahwa ras Yahudi adalah sumber semua kejahatan manusia. Yahudi
digambarkan sebagai parasit atas bentuk diasporanya di seluruh kawasan dunia.
Selain mengangkat Yahudi sebagai musuh bersama, ia menambahkan kaum Bolshevik
(Russia) sebagai kaum yang harus dimusnahkan karena mengancam integritas ras
Arya.
Volk adalah
salah satu tema pokok doktrin Nazi yang memiliki maksut sebagai penyatuan
antara laki-laki dan perempuan yang diikat dalam satu ras dan budaya. Jika
Mussolini mengatakan negara lebih penting dari bangsa, bagi Hitler Volk adalah lebih penting dari keduanya.
Karena Volk adalah tempat individu
melahirkan bakat dan kreatifitasnya, dan negara adalah agennya sedangkan negara
juga sebagai instrumen dalam kehendak bangsa. Negara dan bangsa dileburkan
menjadi Volksstaat, tujuan dari
lembaga baru ini adalah untuk mempertahankan elemen-elemen rasial asli yang
telah mengembangkan kebudayaan dan menciptakan keindahan dan martabat manusia
yang lebih tinggi.[12]
Ras
yang paling tertinggi haruslah berkuasa, keberkuasaan ini harus ditopang dengan
kepemimpinan elit. Hitler menyebutkan mengenai proses pemilihan elit pemimpin
ini dengan tahapan proses alamiah, yakni proses perjuangan meraih kekuasaan di mana
yang paling kuatlah yang dapat bertahan (survive).[13] Pemimpin
dalam term Nazi adalah pemimpin yang mempunyai fungsi sebagai simbol kejayaan
bagi gerakan dan bisa menggerakan kewajiban mutlak kepada para pengikutnya
tanpa syarat.
Dalam
tataran sosialisme nasional, Hitler mendefinisikannya sebagai ketundukan penuh
masyarakat pada nasionalisme. Negara mengontrol penuh kegiatan ekonomi. Untuk
memudahkan kontrol tersebut, Nazi membangun sejumlah “estates”. Estates adalah
agen negara di mana setiap pedagang, pekerja dan pengusaha diwajibkan untuk
menjadi anggotanya demi kepentigan nasioanl atau negara.[14]
*
Sebuah film documenter yang sengaja dibuat oleh Jerman dengan perintah Adolf
Hitler untuk mempropagandakan kekuatan Nazi Jerman.
[1]
Wikipedia, Perang Dunia I.
Artikel diakses pada tanggal 8 April 2012 dari http//Wikipedia.co.id/PerangduniaI.html.
[2] Michael A. Riff, Kamus Ideologi Politik Modern
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 43-46.
[3] Kevin Passmore, Fascism : A Very Shrot Introduction (New
York: Oxford University, 2002), h. 11.
[4] Michael A. Riff, Kam us Ideologi Politik Modern, h. 34.
[5] Robert Eccleshall, Alan
Finlayson, dkk, Political Ideologies An
introduction Third edition (New York: Routledge, 1994), h. 125-134.
[6] Moestafa Rejai, Political Ideologies A Comparative Approach
(New York: M. E. Sharpe, 1995), h. 58.
[7] Kevin Passmore, Fascism : A Very Shrot Introduction
[8] Henry J. Schmandt, FILSAFAT POLITIK: Kajian Historis dari Zaman
Yunani Kuno Sampai Zaman Modern (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h.
601.
[9] Ibid, h. 603
[10] Moestafa Rejai, Political Ideologies A Comparative Approach,
h. 60.
[11] Henry J. Schmandt, FILSAFAT POLITIK: Kajian Historis dari Zaman
Yunani Kuno Sampai Zaman Modern, h. 611-633.
[12] Ibid, h. 614.
[13] Ibid, h. 615.
[14] Ibid, h. 617.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar