Sabtu, 06 September 2014

Mereka Sama Seperti Kita

Mereka Sama Seperti Kita
Tri Indra Purnama*

Barfi! (2012)
Genre          : Drama, Adventure, Comedy
Produser     : Ronnie Screwvala dan Siddharth Roy Kapur
Sutradara    : Anurag Basu
Pemeran     : Ranbir Kapoor, Priyanka Chopra,
                    Ileana D'Cruz, Saurabh Shukla
                    Ashish  VidyarthiRoopa Ganguly

Tuhan memang adil. Segala realitas hidup terdapat hikmah di dalamnya. Tak ada kata menyesal dan selalu bersyukur atas segala yang diberikan sebagai yang terbaik bagi kita. Pesan tersebut tersirat dalam sebuah film India, Barfi!
Barfi adalah sebuah film yang bersimbah nilai kehidupan. Menceritakan tentang semangat orang-orang yang terlahir tak sempurna. Kemasan romantis menambah luapan emosional untuk para penikmat genre drama.

Murphy (Ranbir Kapoor), pemuda energik, memiliki semangat yang tinggi, terlalu tersenyum dan tak pernah mengeluh, meski terlahir bisu dan tuli. Ia dikenal sebagai Barfi dikarenakan pelafalan nama yang ia ucapkan terhadap orang-orang terdengar ”Barfi”. Ibunya meninggal tak lama melahirkannya dan ia diasuh oleh seorang Ayah yang tulus menyanginya.

Senin, 18 Agustus 2014

Maksud di Balik Kampanye Pelarangan Merokok

Maksud di Balik Kampanye Pelarangan Merokok
Tri Indra Purnama
Kampanye pelarangan nikotin yang dilakukan oleh World Healt Organization (WHO) dan juga beberapa perusahaan besar farmasi asing tidak terlepas dari tujuan lain di balik kegiatan kampanye tersebut. Itulah topik yang menjadi pembahasan dalam diskusi kelas yang telah dilakukan beberapa hari lalu. Bersama para komunitas KRETEK & koalisi cinta 100% Indonesia, kedai pemikiran dan juga media berdikarionline menjadikan pembahasan topik tersebut terasa baru bagi saya dan juga teman-teman sekelas.
Topik yang diangkat di atas adalah tidak lain berangkat dari sebuah buku yang berjudul “Nicotine War” yang ditulis oleh Wanda Hamilton. Di dalam buku itu tertulis bahwa, penulis meneliti serangkaian data atas adanya kegiatan lain di balik kampanye pelarangan nicotine di dalam rokok. Penulis mendapatkan suatu agenda lain di balik adanya ideologi dan kepentingan lain di balik kampanye pelarangan merokok. WHO dan beserta kemitraan perusahaan farmasinya menjadikan setiap para merokok untuk berhenti merokok dan digantikan dengan sebuah produk yang dihasilkan oleh perusahaan farmasi tersebut, yang terkenal dengan istilah “Nicotine Replacement Treatment” (NRT).
Produk tersebut adalah tidak lain dari sebuah obat sintetik yang di dalam produk tersebut juga terdapat zat-zat nicotine. Penulis mendapatkan asumsi baru bahwa para perokok berusaha diberhentikan untuk merokok akan tetapi dianjurkan mengkonsumsi produk NRT tersebut, seperti permen karet dan sebagai macamnya. Jadi, kesimpulan yang diangkat dalam buku itu adalah, WHO dan Perusahaan besar farmasi ingin menggantikan para konsumsi rokok menjadi mengkonsumsi sebuah produk yang dihasilkan mereka dengan juga terdapat unsur zat nicotine di dalamnya.
Ini menjadikan suatu masalah baru dengan nicotine yang terdapat di dalam obat sintetik lebih berbahaya ketimbang nicotine yang dihasilkan dari tembakau. Bagaimana tujuan itu dilakukan oleh para perusahaan farmasi memasukan produk mereka dan memasarkannya disetiap negara di dunia khususnya Indonesia dengan cara menggandeng organisasi internasional seperti WHO. Mereka masuk dengan memeberikan tawaran yang menggiurkan terhadap pemerintah di Indonesia. Alhasil, pemerintah kini telah banyak mnegeluarkan beberapa kebijakan publik berkaitan dengan pelarangan merokok. Seperti Peraturan Daerah dan Pereaturan Gubernur menjadikan implikasi yang besar terhadap para perokok. Misal seperti pelarangan merokok di dalam kampus ataupun di dalam tempat-tempat umum. Para perokok secara tidak langsung seperti seorang yang mengidap penyakit kusta dan terkesan harus dijauhi. Padahal nicotine yang di dalam obat sintetik tersebut lebih berbahaya ketimbang yang dihasilkan oleh rokok. Ini menjadikan para perokok merasa tidak adil dalam kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Ada hal lain juga yang dapat merugikan beberapa pihak banyak, yaitu industri-industri rokok kecil. Mereka kehilangan tempat pasarnya apabila pasar yang tadinya dikuasai oleh mereka digantikan dengan pasar produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan farmasi yang dengan emblem-emblem dapat memberhentikan merokok akan tetapi dibalik itu, perokok menjadi kecanduan terhadap produk-produk yang dihasilkan mereka. Dari beberapa permasalahan di atas menjadi suatu penting bagi kita untuk bersikap kritis terhadap pemerintah. Kerugian yang amat besar akan kita alami apabila hal tersebut masih terus berlangsung. Itu lebih berbahaya ketimbang kita harus merokok. Bukan berarti dalam pembahasan diskusi tersebut berusaha untuk membudidayakan orang-orang untuk merokok, akan tetapi untuk menyelamatkan bangsa Indonesia ini dari cengkraman neolib yang implikasinya sangat besar terhadap kesehjateraan di Indonesia. Dan dengan ini kita lebih baik untuk bersikap tegas untuk menyatakan bahwa kita tidak lagi memilih untuk bercinta terhadap neolib.

Kampanye anti HIV/AIDS dan Seks bebas

Kampanye anti HIV/AIDS dan Seks bebas
Tri Indra Purnama

Kampanye anti HIV/AIDS dengan cara bagi-bagi kondom mendapat respon keras dari sejumlah kalangan, terutama kelompok agamis. Cara yang dipilih ini dianggap menyesatkan. Karena secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk berpotensi melakukan seks di luar nikah.

Senin, 14 Juli 2014

Perlunya Pertimbangan untuk Relawan Gaza

Perlunya Pertimbangan untuk Relawan Gaza
Tri Indra Purnama


Operasi militer yang dilakukan Israel terhadap Gaza pada Selasa (8/7/2014) mendapat respon keras dari masyarakat Indonesia.  Aksi itu dianggap sebagai hal yang tidak berkeperi manusiaan. Rajutan empati tersebut begitu kuat, tak sedikit masyarakat Indonesia yang terpanggil untuk menjadi relawan.
Dukungan pun mengalir diberbagai media sosial. Mereka berbondong-bondong menggalang dana untuk Palestina. Tanda tagar seperti #PrayForPalestine, #SavePalestine, #PrayForGaza, #SaveGaza pun ramai bermunculan di media sosial.
Pelbagai Ormas Islam mengajak masyarakat untuk ikut andil langsung, tak hanya sebatas menggalang dana. Kata Jihad pun marak digunakan oleh mereka untuk merayu seseorang agar mau menjadi relawan dan berjihad ke Gaza, Palestina.

Sabtu, 12 Juli 2014

Remember The Titans

Review film Remember The Titans
Tri Indra Purnama
Cast: Coach Boone (Danze Wasinghton), Coach Yoast (Will Paton) Big Ju (Wood Harris) Gery Bertier (Ryan Hurst)


Di sana (Amerika), mereka yang berbeda hidup berdampingan. Sikap toleransi pun muncul dari padatnya perbedaan yang ada. Namun keberhasilan Amerika Serikat sekarang ini dalam hal pluralismenya dan kebebasannya, tidak didapatkan secara mudah. Butuh perjuangan yang berat dan panjang selayaknya mendapatkan keberhasilan tersebut. Dan sekiranya, konflik yang berujung pada pertumpahan darah pun tak terelakan.

Gila Hormat ala Fasisme

Gila Hormat ala Fasisme
Tri Indra Purnama
Pada saat itu di Nunberg 1934, kongres Partai Nazi dilakukan. Mereka terperangah, mereka diam tapi tegap. mereka terdiri dari 700.000 ribu yang didiami di sebuah tanah lapang yang luas. Para penggede partai berdiri rapat dan menantang di atas panggung. Mereka sangat yakin ketika Sang Fuhrer (Adolf Hitler) memberikan pidato doktrinisasi fasis. Sang Mesias ini berkata, “ini adalah keinginan kita bahwa negara dan Reich ini akan bertahan pada milinium selanjutnya”. Dan hadirin pun mengamini.
 –Cuplikan adegan dari Film * (tekad kemenangan--
Perang Dunia I (1914-1918), dikenal juga sebagai masa runtuhnya rezim monarki absolut besar (Ottoman, Hasbrug, Romanov dan Hohenzollern) melahirkan rezim fasisme di Eropa. Perang Dunia I juga memicu revolusi Rusia yang diikuti oleh beberapa negara lain seperti Cina dan Kuba.[1] Krisis terjadi begitu hebat di Italia. Masyarakat sipil merongrong kelaparan dan kesakitan akibat penyakit yang diderita. Setiap tegongan (belokan) gang menampakan wajah yang suram. Mereka tidak bekerja, mereka sakit, malah mereka hampir mati akibat dampak krisis yang besar. Momen ini dimanfaatkan oleh para kelompok fasis yang menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang terpilih untuk melanjutkan cita-cita kemenangan perang.

Fasisme mendapat tempat yang kuat pada masa Perang Dunia II, namun Ideologi ini seakan lenyap pada akhir 1940an. Kemunculan Perang Dunia II (1939-1945) adalah salah satu penyebab dari terjadinya perkembangan ideologi fasisme di Italia, Jerman dan Jepang. Fasisme meneriaki tujuan perluasan doktrin pada tahapan internasional. Mereka menginginkan lebih dari tahapan nasional. “Jerman hari ini, esok seluruh dunia” menggambarkan isi dalam mars Nazi. Dalam usahanya mencapai cita-cita, fasisme ditopang oleh para pengusaha industri dan para tuan tanah. Karena dua kelompok ini sangat mementang eksistensi serikat buruh yang dianggap penghambat dalam proses produksi. Kelas menengah dan militer juga kelas-kelas yang menjadi topangan bagi perjalanan misi fasis. Fasisme memanfaatkan para kelompok tersebut untuk bisa menggapai kekuasaan.

Refleksi Elit dan Konsolidasi Demokrasi dalam Pilpres 2014

Refleksi Elit dan Konsolidasi Demokrasi dalam Pilpres
Tri Indra Purnama
Pemilu Presiden 2014 memberikan dampak kurang baik terhadap penguatan demokrasi di Indonesia. Salah satunya adalah sikap dan perilaku elit yang bertentangan dengan upaya demokratisasi. Bukan berarti Pemilu Presiden kali ini tidak menghasilkan sesuatu yang positif. Berjalannya pesta demokrasi dengan jalur yang damai patut diapresiasi. Minimnya tingkat kerusuhan sebuah hal yang konstruktif bagi demokrasi. Namun, poin penting dari semua itu adalah tahapan konsolidasi demokrasi di Indonesia.


Indonesia pertama kalinya melakukan pemilu presiden dengan hanya dua calon pasangan presiden dan wakil presiden; pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan pasangan Joko Widodo-Jusuf kalla. Karena terpusatnya hanya dua pasangan, pilpres kali ini menjadi pusat perhatian tinggi dari masyarakat.