Sabtu, 16 Oktober 2010

Hinduisme dan budha di Indonesia


A. Sejarah dan Perkembangan Hindu-Budha di Indonesia

Tidak diketahui secara pasti, kapan tepatnya agama Budha dan Hindu masuk ke Indonesia. Namun, Buddhisme dan Hinduisme yang berkembang di Indonesia merupakan konsekuensi langsung dari adanya kontak kebudayaan besar yaitu antara India dan Indonesia. Bukti-bukti adanya kontak tersebut diperoleh dari sumber-sumber asing seperti catatan yang pernah di tulis oleh peziarah India dan Cina yang datang ke Indonesia. Lalu hal tersebut diperkuat dengan ditemukannya prasasti-prasasti berbentuk bangunan, arca, dan yupa.

Pada awal perkembangannya penganut agama Hindu di Indonesia memuja Trimurti, yaitu: Brahmana sebagai pencipta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara alam, dan Dewa Syiwa sebagai perusak alam. Secara arkeologis bukti-bukti tersebut untuk pertama kalinya terekam dalam prasasti berbentuk yupa yang ditemukan dipinggir sungai Mahakam, Kutai, Kalimantan Timur yang pada waktu itu kerajaannya dipimpin oleh Mulawarman yang memuja Dewa Syiwa.
Dalam waktu yang hampir bersamaan ditemukan pula 7 buah prasasti bekas kerajaan Tarumanegara (dipimpin oleh Purnawarman yang memuja Dewa Wisnu) yang di tulis menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Salah satu contohnya adalah Prasasti Ciaruten. Pada prasasti ini terdapat lukisan dua tapak kaki raja seperti tapak kaki Wisnu. Pada tahun 414 M, seorang pendeta Cina bernama Fa-Hien, pernah singgah dikerajaan ini. Menurutnya, agama yang dianut oleh Kerajaan Tarumanegara bukan hanya Hindu, melainkan juga Budha dan agama kepercayaan seperti Animisme dan Dinamisme.
Sekitar tahun 320 M Bhiksu Gunawarman dari Kahmir datang ke negeri Cho-po (jawa) untuk menyebar luaskan ajaran Budha. Ternyata Ia memperoleh perlindungan dari penguasa setempat, sehingga misinya meluaskan ajaran Budha dapat berjalan dengan lancar. Agama Budha yang dikembangkan oleh Bikhsu Gunawarman di pulau jawa
dan sumatra adalah aliran Theravada (Hinayana). Tetapi lambat laun aliran ini terdesak oleh aliran lain yang masuk ke Indonesia.
Berdasarkan catatan dari I-Tsing, seorang bhiksu yang berasal dari Dinasti Tang di Cina, Agama Budha di pulau Jawa dan sumatera mengalami perkembangan yang sangat cepat. Pada tahun 664 M, seorang pendeta Budha dari China bernama Hwui Ning datang ke Kaling (Ho-ling) dan tinggal di sana selama 3 tahun. Disana, Hwui Ning menterjemahkan kitab Budha Hinayana.
Dalam sejarah catatan Dinasti Tang, pada pertenghan abad ke-7, terdapat sebuah Kerajaan yang bernama She-li-fo-she (Sriwijaya). Kerajaan ini tumbuh dan berkembang menjadi pelabuhan penting para para pedagang asal India dan Cina di tepi perairan Selat Malaka. Selama beberapa abad, Sriwijaya boleh dikatakan sebagai pusat perdagangan dan pusat agama Buddha di Asia Tenggara. hal ini terbukti ketika pujangga-pujangga agama Budha yang terkenal seperti Dharmapala dan Sakyakirti pernah mengajar dan menyebarkan aliran Mahayana.
Sekitar tahun 775 sampai 850 di daerah Bagelan dan yogyakarka, di jawa tengah berkuasalah raja-raja dari wangsa sailendra yang memeluk agama Budha dan wangsa Sanjaya yang memeluk agama Hindu-Siwa. Dikerajaan Sailendra agama yang di peluk adalah Agama Budha Mahayana. Hal ini dapat terlihat dari candi di desa Kalasan yang di pergunakan untuk pemujaan Tara, pemujaan kepada Bodhisattva Avalokistevara dan sebagainya. Selain Candi Kalasan, dibangun juga candi yang paling terkenal dan indah yaitu Borobudur pada masa Raja Samaratungga. Bentuk dari candi ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu: Kamadathu, Rupadhatu dan Arupadathu. Setelah Raja Samaratungga wafat, kerajaan Mataram kembali di perintah oleh raja-raja dari wangsa Sanjaya yang beragama Hindu-Siwa, namun kedua agama ini dapat berkembang dan hindup rukun. Kerukunan ini berawal dari perkawinan Rakai Pikatan dan Pramodawardhani kemudian dilanjutkan pada masa pemerintahan Isana (Mpu Sendok yang beragama Hindu) dan terjadilah perbauran antara Hindu dan Budha sehingga batas kedua agama semakin kabur. Selain itu, jejak sejarah agama Hindu puh dapat dilihat pada masa kerajaan Dharmawangsa dan Airlangga.
Kemudian pada abad ke-8 M berkembang aliran yang merupakan sinkretisme (perpaduan) agama Hindu dan Budha yang disebut Siwa-Budha atau Menurut Zoetmoelder sinkretisme”Trantrisme Bhairawa-Siwa Bouddhique” yang terjadi pada masa kerajaan Kertanegara. Ajaran Transtisme/Tantrayana ini dilandasi oleh pandangan Yogacara yang sering ditemui pada upacara penabisan Raja Kertanegara di lapangan mayat. Selain itu bentuk sinkretisme dapat juga dilihat pada masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Bali.
Pada zaman Majapahit (1292-1478), sinkretisme sudah mencapai puncaknya. Sepertinya aliran Hindu-Siwa, Hindu-Wisnu dan agama Budha dapat hidup bersamaan. Ketiganya dipandang sebagai bentuk yang bermacam-macam dari suatu kebenaran yang sama. Shiwa dan Wishu dipandang sama nilainya dam mereka digambarkan sebagai ”Harihara” yaitu rupang (arca) setengah Siwa setengah wishnu. Karena berdasarkan kitab ”Kunjarakarna” pula disebutkan tidak ada perbedaan antara Shiwa dan Budha karena mereka adalah satu kesatuan yaitu Siwa-Budha.
Hal ini juga dapat dilihat dari dari kitab Kakawin Sutasoma yang juga merupakan karya Mpu Tantular yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Dalam kitab Sutasoma, Mpu Tantular Menulis: ”Siwa Budha Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa”. Dari kata-kata inilah kemudian diambil semboyan ”Bhineka tunggal Ika” yang kini menjadi lambang Negara Republik Indonesia yang melambangkan motto toleransi dan persatuan.





POKOK-POKOK AJARAN

AGAMA HINDU

A. Tujuan Agama Hindu
Tujuan agama hindu adalah ‘’Moksartham jagaddhitaya ca iti dharmah’’. Artinya, tujuan beragama atau dharma adalah untuk mendapatkan Moksa dan Jagaddhita. Pengertian moksa itu sendiri adalah kebebasan roh dari ikatan duniawi, atau kelepasan, bebas dari dosa. Moksa juga mengandung pengertian manunggalnya roh dengan Tuhan, Roh Yang Maha Agung, di akhirat (manunggaling kawula Ian Gusti), serta mengalami kebahagian batin berupa ketentraman ilahi, pengalaman hidup paling mulia bagi umat manusia. Sedangkan Jagaddhita sendiri mengandung pengertian kebahagiaan, kesehjateraan, kemakmuran umat manusia, kelestarian serta kedamaian dunia dan lain sebagainya. Inilah tujuan agama diturunkan ke dunia oleh Tuhan Yang Maha Agung, Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
B. Keyakinan Hindu
Jiwa dari agama adalah kepercayaan. Agama selalu mencakup masalah percaya dan kepercayaan. Ini adalah keimanan. Dalam agama Hindu sendiri, iman disebut dengan Sraddha sebagai kepercayaan.
Pokok-pokok keimanan dalam agama Hindu dapat dibagi dalam lima bagian yang disebut Panca Sraddha. Yaitu :
1. Widhi Tattwa
Widhi Tattwa merupakan konsep kepercayaan terdapat Tuhan yang Maha Esa dalam pandangan Hinduisme. Agama Hindu yang berlandaskan Dharma menekankan ajarannya kepada umatnya agar meyakini dan mengakui keberadaan Tuhan yang Maha Esa. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan dalam kitab Weda, Tuhan diyakini hanya satu namun orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama. Dalam agama Hindu, Tuhan disebut Brahman. Filsafat tersebut juga enggan untuk mengakui bahwa dewa-dewi merupakan Tuhan tersendiri atau makhluk yang menyaingi derajat Tuhan.
2. Atma Tattwa
Atma tattwa merupakan kepercayaan bahwa terdapat jiwa dalam setiap makhluk hidup. Dalam ajaran Hinduisme, jiwa yang terdapat dalam makhluk hidup merupakan percikan yang berasal dari Tuhan dan disebut Atman. Jivatma bersifat abadi, namun karena terpengaruh oleh badan manusia yang bersifat maya, maka Jiwatma tidak mengetahui asalnya yang sesungguhnya. Keadaan itu disebut Awidya. Hal tersebut mengakibatkan Jiwatma mengalami proses reinkarnasi berulang-ulang. Namun proses reinkarnasi tersebut dapat diakhiri apabila Jivatma mencapai moksa.
3. Karmaphala
Agama Hindu mengenal hukum sebab-akibat yang disebut Karmaphala (karma = perbuatan; phala = buah/hasil) yang menjadi salah satu keyakinan dasar. Dalam ajaran Karmaphala, setiap perbuatan manusia pasti membuahkan hasil, baik atau buruk. Ajaran Karmaphala sangat erat kaitannya dengan keyakinan tentang reinkarnasi, karena dalam ajaran Karmaphala, keadaan manusia (baik suka maupun duka) disebabkan karena hasil perbuatan manusia itu sendiri, baik yang ia lakukan pada saat ia menjalani hidup maupun apa yang ia lakukan pada saat ia menjalani kehidupan sebelumnya. Dalam ajaran tersebut, bisa dikatakan manusia menentukan nasib yang akan ia jalani sementara Tuhan yang menentukan kapan hasilnya diberikan (baik semasa hidup maupun setelah reinkarnasi).
4. Punarbhawa
Punarbhawa merupakan keyakinan bahwa manusia mengalami reinkarnasi. Dalam ajaran Punarbhawa, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Apabila manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya (baik atau buruk) yang belum sempat dinikmati. Proses reinkarnasi diakhiri apabila seseorang mencapai kesadaran tertinggi (moksa).
5. Moksa
Dalam keyakinan umat Hindu, Moksa merupakan suatu keadaan di mana jiwa merasa sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena tidak terikat lagi oleh berbagai macam nafsu maupun benda material. Pada saat mencapai keadaan Moksa, jiwa terlepas dari siklus reinkarnasi sehingga jiwa tidak bisa lagi menikmati suka-duka di dunia. Oleh karena itu, Moksa menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai oleh umat Hindu.
C. Satya
Pengertian dari satya antara lain:
1. Satya yang berarti kebenaran, yaitu merupakan sifat hakekat dari Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kata itu diartikan sama sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Satya berarti kesetiaan atau kejujuran.
Dengan pengertian tersebut maka ajaran Satya Tattwa, yang meruoakan pokok pertama dari ajaran Sraddha.

D. Rta
Merupakan bentuk hokum Tuhan yang murni, yang bersifat absolute trasedental. Bentuk hukumnya yang dijabarkan ke dalam amalam manusiawi disebut Dharma. Hukum agama yang disebut Dharma ini bersifat relatif karena selalu dikaitkan dengan pengalaman manusia dank arena itu bersifat mengatur tingkah laku manusia untuk mencapai kebahagiaan di dalam hidup.
Ajaran rta dan dharma menjadi landasan Karma dan Phala Karma. Rta inilah yang mengatur akibat dari tingkah laku manusia sebagai kekuatan yang tak tampak oleh manusia. Ia hanya bisa dilihat berdasarkan keyakinan atas adanya kebenaran. Dengan keyakinan dan kebenaran itu Rta bisa dihayati sehingga dengan penghayatan itu akan tercipta keyakinan akan adanya Rta dan Dharna sebagai salah satu unsur keyakinan dalam agama hindu.
E. Diksa
Diksa berarti penyucian atau pensucian. Diksa dianggap salah satu dari Sraddha. Sebagai unsure keimanan, bersama-sama Tapa dan Yadnya, diksa dianggap merupakan satu rangkaian pengertian yang arti dan fungsinya sama sebagai alat untuk sampai pada kesucian.
Diksa dapat ditempuh melalui Brata, dan dengan Brata itulah seseorang didiksa. Dengan telah didiksa seseorang menjadi diksita, orang yang memiliki wewenang untuk melakukan upacara, yaitu Ngelokapalasraya. Jadi, diksa adalah cara untuk melewati satu fase kehidupan menuju fase kehidupan yang baru, dengan melalui diksa seseorang akan bisa lebih dekat dengan Tuhan. Tujuan dari diksa sendiri adalah menyucikan seseorang secara lahir dan batin sehingga dengan upaya diksa itu ia akan dapat melakukan tugas pokok ngelokapalasraya .
F. Tapa
Kata tapa berarti mempunyai arti penguasaan atas nafsu atau menjalani kehidupan suci. Untuk dapat hidup baik atau suci, seseorang harus dapat menguasai dirinya sendiri.



G. Brahman
Brahman atau pujian adalah semacam mantra atau doa yang dalam sehari-hari disebut mantra. Mantra adalah ayat-ayat suci yang diperguanakan untuk melakukan pemujaan. Karena itu mantra itu juga dianamakan doa.
H. Yajna (Yadnya)
Secar popular istilah yadnya disebut sebagai ritual. Pengertian Yadya yang dipergunakan dalam bahasa sehari-hari dimaksutkan sebagai upacara keagamaan yang sama artinya dengan samskara.
I. Sad Darsana
Sad Darsana artinya enam filsafat yang diterima dan diakui bagian yang tidak dapat lepas dari sistem kepercayaan agama hindu.
1. Filsafat Samkhya
Pendiri ajaran ini bernama Maharsi Kapila, yang menulis Samkhyasutra. Menurut filsafat Samkhya, hakekat manusia dan alam semesta terdiri dari dua unsure, yaitu Purusa, asas kejiwaan (rohani), dan Praktri, asas badani (materi/jasmani).
Menurut ajaran filsafat Samkhya,ada tiga sumber untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.yaitu:
a. Pratyaksa Praman adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengamatan. Pengetahuan ini dipandang benar bila pengenlan terhadap objek itu pasti dan benar melalui penentuan Buddhi.
b. Anumana Pramana yaitu pengetahuan yang didapat atas dasar kesimpulan. Dalam hal ini apa yang diamati akan mengantarkan seseorang pada pengetahuan yang tidak diamati langsung melalui hubungan universal.
c. Sabda Pramana adalah pernyataan dari yang kuasa dan memberikan pengetahuan mengenaisuatu objek yang tidak dapat diketahui atas dasar pengetahuan pengamatan dan penarik kesimpulan.
2. Filsafat Yoga
Pembangun ajaran ini adalah Maharsi Patanjali. Bila kitab weda merupakan penegtahuan suci yang sifatnya teoritis, maka Yoga merupakan ilmu yang sifatnya praktis dari ajaran weda. Ajaran ini merupakan bantuan bagi mereka untuk meningkatkan hidup dalam hal rohani.
3. Filsafat Mimamsa
Pendiri ajaran ini adalah Maharsi Jaimini. Sumber utamanya adalah keyakinan akan kebenaran dan kemutlakan upacara dalam kitab weda. Mimamsa mengajarkan bahwa tujuan terakir umat manusia adalah Moksa.
4. Filsafat Nyaya
Pendiri ajaran ini adalah Maharsi Gautama. Ajaran filsafat Nyaya disebut realistis karena mengakui benda-benda sebagai suatu kenyataan. dalam memecahkan ilmu pengetahuan filsafat ini memperguankan 4 metode sebagai berikut:
a. Pratyaksa, yaitu pengamatan lansung melalui panca indra.
b. Anumana, pengetahuan yang diperoleh dari suatu objek dengan menarik pengertian dari tanda-tanda yang diperoleh.
c. Upamana, ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui perbandingan.
d. Sabda, pengetahuan yang diperoleh dengan mendengarkan atau melalui penjelasan dari sumber-sumber yang patut dipercaya.
5. Filsafat Waisesika
Pendiri ajaran ini adlah Maharsi Kanada. Sumber ajarannya adalah Waisesikasutra. Tujuan pokok filsafat Waisesika bersifat metafisis. Isi pokoj ajarannya menjelaskan tentang Dharma yaitu apa yang memberikan kesehjateraan di dunia ini dan memberikan kelepasan yang menetukan.
6. Filsafat Wedanta
Sumber ajarannya adalah kitab Upanisad. Sifat ajarannya adalah absolutisme. Absolutism maksudnya adalah aliran yang meyakini bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah mutlak dan tidak berpribadi sedangkan Teisme mengajarkan Tuhan yang berpribadi.
Hindu Bali
Prinsip-prinsip dalam ajaran ini memuja dewa-dewa yang berpusat pada Trimurti atau Trisakti yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Ajaran-ajaran yang sifatnya ritual antara lain:
Butta Yajnya , kurban-kurban kepada makhluk halus/dewa penjaga alam, yang mendiami 11 penjuru angin. Dilakukan dalam 3 bentuk upacara kurban, anatara lain:
a. Tawur Agung , yaitu korban yang dilaksanakan dalam satu tahun sekali.
b. Tawur Panca Wali Krama , yaitu upacara korban yang dilakukan dalam setiap 10 tahun sekali.
c. Tawur Eka Dasa Rudra , yaitu upcara korban yang diadakan setiap 100 tahun sekali.
Adapun upcara yang paling utama ialah:
Tawur Agung Eka Dasa Rudra. Karena upacara ini merupakan usaha mencari keselamatan hidup disamping pengakuan dosa-dosa selama 100 tahun.
Arti dari Tawur : Pembayaran, penebusan atau pembersihan sedangkan
Agung : besar-besaran . Eka DAsa : seratus dan Rudra adalah makhluk halus atau penjaga mata nagin/alam. Rudra adalah manifestasi dari Siwa dalam Kroda (kemarahan). Tempat upacara dilakukan disebuah pusat kuil pemujaan Hindu Bali di Lereng Gunung Agung (tempat bersemayam dewa-dewa hindu) yang bernama Puri Besakih.
Menurut rumusan yang diuraikan dalam buku “Upadesa”, Kepercayaan Hindu bali kepada tuhan tidak boleh disebut Polytheisme, akan tetapi sebaliknya agama tersebut adalah monotheisme.
System kepercayaan disebut “Panca Sradha” (lima kepercayaan), anatara lain:
1. percaya kepada Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa)
2. percaya adanya Atma ( Roh Leluhur)
3. percaya adanya Hukum Karma Phala ( sebab Akibat)
4. percaya adanya Samsara (Punarbhawa : menjelma berkali-kali)
5. percaya adanya Moksha (kelepasan dari Samsara)

AGAMA BUDHA
Pokok-pokok ajaran Budha terdiri dari enam unsure berikut:
1. Tiga Permata (Tiratana)
Tiga permata terdiri dari Buddha, Dhamma dan Sangha. Masing-masing disebut sebagai permata karena masing-masing sangat bernilai bagi kehidupan umat Buddha. Buddha memililki nilai kesucian tertinggi. Dhamma atau ajaran Buddha memiliki nilai kesucian tertinggi pula dan Sangh atau orang-orang suci murid Buddha pun memiliki nilai tertinggi.
Tiga permata ini adalah dasar keyakinan agama Buddha. Pernyataan keyakinan terhadap Tiratana sebagai pelindung dari penderitaann merupakan ungkapan keyakinan setiap pemeluk agama Buddha.
2. Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Utama berunsur Delapan
Yang pertama terdiri dari empat macam esensi, yang sekaligus juga mencangkup Jalan Utama berunsur Delapan, yaitu:
a. Pengertian Benar
b. Pikiran Benar
c. Ucapan Benar
d. Perilaku Benar
e. Mata Pencaharian Benar
f. Daya Upaya Benar
g. Perhatian Benar dan
h. Konsentrasi benar

pengertian benar dan pikiran benar merupakan kebijaksanaan. Ucapan benar, perilaku benar dan Mata pencaharian Benar merupakan kemoralan atau kesusilaan. Sementara daya upaya benar, perhatian benar dan konsentrasi benar merupakan meditasi.
3. Tiga Corak Umum
Tiga corak umum merupakan eksistensi segala sesuatu yang berda dikeliling hidup manusia. Rumusan tiga corak umum itu anatara lain:
a. ketidak kekalan segala sesuatu yang terjadi dariperpaduan
b. kelangsungan terus menerus (proses) segala sesuatu yang terjadi dari perpaduan
c. Ketanpa-intian segala sesuatu yang ada


4. Hukum Perilaku (karma) dan Tumimbal Lahir
Hukum perilaku ini memberikan pengertian kepada manusia tentang prinsip berprilaku. Buddha juga menjelaskan secara terperinci tentang perilaku baik yang berjumlah sepuluh perilaku antara lain menghindari: pembunuhan mahkluk hidup, pencurian, perzinahan, ucapan yang tidak benar, minum minuman keras. Sedangkan perilaku buruk merupakan kebalikan dari perilaku tersebut.
Sedangkan Tumimbal Lahir, ajaran Buddha menyatakan bahwa hidup ini merupakan proses berkesinambungan dari hidup yang lampau, hidup sekarang dan hidup yang akan datang.
5. Hukum Sebab-Musabab yang saling Berkaitan
Hukum ini menjelaskan tentang terjadinya segala sesuatu yang ‘ada’ disebabkan oleh sebab-sebab atau banyak sebab yang saling berkaitan. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa segala sesuatu berlangsung terus menjadi. Hal ini bisa disimpulakan bahwa tidak ada segala sesuatunya yang telah selesai. Semuanya serba menjadi dan menajdi baru lagi terus menerus.

6. Kebebasan Penderitaan (Nibbana)
Nibbana adalah keadaan akhir derita atau kebebasan penderitaan. Kebebasan Nibbana bukan lah seperti kebahagiaan hidup di surge, karena justru harus bebas pula dari kebahagiaan hidup, sehingga Nibbana adalah kebebasan penderitaan maupun kebahagiaan. Ia hanya dapat direalisasikan dan diketahui oelh masing-masing manusia dalam pencapaiannya.
Ajaran Buddha juga menyampaikan tentang adanya surga, yang merupakan alam kehidupan mahkluk-mahluk yang sedang menikmati akibat perilaku baik yang telah dilakukannya. Tetapi tujuan ajaran Buddha adalah pencapaian Nibbana, pencapaian kebebasan kelahiran di alam kehidupan manapun juga. Tujuan ini menjadi tujuan utama masyarakat beragama Buddha.

Hinayana / Theravada
Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci Tipitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali, yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau "keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).
Pokok-pokok ajaran dari Hinayana / Theravada antara lain:
1. Manusia dipandang sebagai seorang individual dalam usahanya
2. Tergantung kepada dirinya sendiri usaha kebebasan dalam ala mini
3. Sebagai kunci keutamaan manusia ialah kebijaksanaan
4. Agama sepenuhnya adalah tugas kewajiban yang harus dijalankan terutama oleh kaum pendeta
5. Tipe ideal dalam Hinayana adalah Arhat.
6. Budha dipandang sebagai orang suci
7. Membatasi pengucapan doa pada meditasi
8. Meninggalkan/menolak hal-hal yang bersifat Metafisis
9. Meninggalkan /menolak melakukan ritus dan ritual (upacara-upcara agama)
10. Bersikap Konservatif/kolot, karena ingin bertahan pada yang lama
11. Tidak mengenal dewa-dewa Lokapala (dewa angin) ataupun dewa-dewa Trimurti
12. Tidak mengenal beryoga atau tantra ( mantra-mantra)
B. Mahayana
Pokok-pokok ajaran Mahayana antara lain:
1. Orang dalam usahanya mencapai Nirwana tidak egoistis/mementingkan diri sendiri akan tetapi dapat saling membantu
2. Orang tidak sendirian dalam mencapai kelepasan, tetapi dapat ditolong orang lain yang telah menjadi Bodhi-satva.
3. Kunci keutamaan ialah kasih saying yang disebut “karuna”
4. Agama punya hubungan dengan kehidupan di dunia bagi orang awam di luar golongan pendeta.
5. Tipe ideal manusia ialah Bodhisatva (orang-orang yang telah mencapai ilham sehingga terjamin untuk masuk Nirwana)
6. Budha dipandang sebagai juru selamat manusia
7. Melaksanakan dengan teliti hal-hal yang berhubungan dengan metafisika
8. Mengadakan upacara keagamaan
9. Melakukan doa-doa permohonan kepada dewa-dewa Budhisme
10. Ajarannya bersifat liberal
11. Mengenal Dewa dewa Lokpala (dewa angin) serta dewa-dewa Trimurti Budhisme
12. Memperhatikan pengalaman Yoga dan Mantra-mantra

ALIRAN ALIRAN
C. ALIRAN-ALIRAN
Sebagaimana halnya dalam agama-agama lainnya, didalam agama Hindu dan Budha juga terdapat aliran-aliran yang masing-masing mempunyai konsep tersendiri dalam menanggapi beberapa segi ajaran agama yang dipandang lebih penting dari ajaran pokoknya. Umumnya ajaran-ajaran Hindu dalam meletakan dasarnya pada masalah metode mencapai samsara serta masalah filsafat/theology.
Adapun aliran-aliran dalam agama Hindu adalah:
Aliran Wisnuisme
Aliran yang mengutamakan pemujaaanya terhadap dewa Wisnu. Karena dewa wisnu dianggap sangat baik dan simpatik kepada mereka dengan sifatnya yang penuh cinta.
Pandangan pengikutnya menyatakan bahwa Dewa Wisnu dan bhaktinya dapat memberikan jaminan hidup dan kedamaian bagi pengikutnya. Jadi pengikutnya hanya cukup menyerahkan diri kepadanya. Sikap penyerahan diri kepada wisnu akan membawa mereka kepada kebahagiaan/tujuan.
Aliran Siwaisme
Aliran yang sangat optimis terhadap kebulatan kekuasaan Dewa Siwa. Sebagai tanda kekuasaannya dewa ini digambarkan secara fantastis mempunyai tangan empat. Dewa Siwa mempunyai dua orang anak, yaitu dewa Ganesha sebagai lambang ilmu pengetahuan dan dewa Skanda sebagai panglima tentara dewa-dewa dikahyangan.
Keistimewaan Dewa Siwa ialah dia dapat mempunyai sifat pribadi yang satu dengan yang lainnya bisa berlawanan. Ketika penjelmaan yang baik pengikutnya memuja untuk memperoleh petunjuk dan rahmatnya. Ketika penjelman yang buruk pemujanya memuja untuk meredam kemarahannya untuk tidak menimpakan kemarahannya kepada umat manusia.
Aliran Brahmaisme
Aliran yang mengutamakan pemujaannya kepada Dewa Brahma. Mereka mempunyai kitab suci yang bernama Brahmana. Didalam kitab suci tersebut disebutkan beruji dan penyelenggaran korban yang dianggap syah bilamana didasarkan atas petunjuk pendeta. Didalamnya juga diajarkan orang harus tunduk kepada dua dewa, yaitu dewa yang benar-benar dewa, yaitu dewa yang tinggal dikahyangan dan dewa-dewa manusia, yaitu para pendeta yang tinggal didunia.
Brahma dalam Trimukti dikenal sebagai dewa yang paling tinggi dan berkuasa. Makanya dia digambarkan sebagai tokoh dewa yang berkepala empat serta berwajah indah dengan tanda sekuntum bunga teratai serta naik kamsa (angsa).
Aliran Tantrisme
Aliran yang menggunakanmethode untuk mencapaiu nirwana denga cara pembacaan-pembacaan mantra-mantra dan membebaskan ruang gerak hawa nafsu. Dengan kepuasan nafsu manusia akan bias melepsaskan diri dari samsara. Aliran ini pada abad XVII dan XIV sangta popular di Jawa. Teutama dikalangan raja dan bangsawan. Seperti contoh raja kartanegara, sampai patungnya setelah meninggal dunia menggmbarkan tentang hidupnya dalam pemuasan nafsu-nafsunya.
Aliran Hindu Bali
Aliran hindu Bali ini merupakan syncretisme antara paham-paham animisme setempat dngan Hinduisme India dan antara siwaisme dan budhisme yang telah mengalami proses rohaniah tipis di Jawa. Dalam aliran ini prinsip-prinsip hindhuisme budhisme dipertahankan sehinggga dewa-dewa yang dipujanya pun berpusat pada trimukti, yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Adapun dewa yang dijadikan pusat dalam pemujaan Hindu Bali adalah Dewa Siwa. Dewa ini sangat ditakuti manusia karena bias menghancurkan jalan hidup manusia dan alam semestanya. Tetapi selain membahayakan dewa ini juga bias memberikan kesuburan di tanah Bali.
Untuk menghindari hal-hal yang tidk diinginkan masyarkat Bali senantiasa mengadakan upacara-upacara untuknya. Dalam upacara-upacara agama Hindu Bali terdapat beberapa macam kurban. Sebagaimana yuang telah di jelaskan dalam ajaran pokok Hindu Bali di atas.
Hinduisme Joga
Aliran ini sebenarnya hanya lebih mementingkan methode untuk mencapai tujuan kelepasan saja tanpa mempunyai pandangan kepercayaan yang prinsipal, berbeda dengan Hinduisme Veda. Didalam ajaran ini terdapat ajaran-ajaran tentang latihan-latihan kejiwaan dalam usaha melepaskan diri dari samsara. Cara yang tepat untuk mencapai tujuan ialah dengan Samadhie ataupun mmemusatkan pikiran dengan sebulat-bulatnya dan teratur. Aliran ini tidak mementingkan upacara agama seperti korban, dan lain-lain melainkan hanya mementingkan samadhie.
Hinduisme Jainisme
Aliran ini didirikan oleh seorang yanng bernama Jina. Inti ajarannya adalah mengharapkan kebahagiaan yang abadi. Pandangannya tentang jiwa tidak jauh beda dengan Vedanta. Untuk mencapai kebahagiaan manusia harus meninggalakan ikatan dengan benda/materi caranya dengan melakukan Ahimsa (tidak membunuh makhluk hidup) dalam segala jenisnya. Aliran ini memandang untuk mencapai tujuan tidak perlu adanya tafakur, samadhie, dan lain-lain. Teapi usaha yang harus dilakukan pengikutnya hanya melakukan AHIMSA.
Airan-aliran dalam agama Budha adalah:
Aliran Hinayana (Theravada)
Aliran yang ingin tetap mempertahankan keaslian ajaran Budha agar tidak terpengaruh oleh kebudayaan dari luar. Aliran ini dipimpin oleh Sthavira. Aliran ini juga di kalim sebagai golongan kolot (ortodox).
Aliran ini berpendapat setiap orang untuk mencapai nirwana bergantumng pada usahanya sendiri bukan dengan adanya pertolongan orang lain ataupun dewa.
Aliran Mahayana
Aliran yang dipimpin oleh Maha sanghika. Aliran ini bertujua untruk mengembngkan ajaran budha secara terhadap kebudayaan masyarakat. Aliran ini dapat menampung banyak orang untuk mencapai nirwana. Mahayana berbeda dengan Hinayanan didalam Mahayana terjadi perpecahan dalam banyak aliran. Seperti Lamaisme, budhisme Mongolia, dan lain-lain.
Jadi aliran ini ingin menyesuaikan diri dengan kemajuan peradaban masyarakat dimana saja, sehingga kemungkinan-kemungkinan pengaruh kebubayaan asing dapat masuk kedalamnya. Aliran ini juga mengenal banyak dewa-dewa yang semula di kutuk oleh Budha sendiri sehingga boleh dikatakan pemuja banyak dewa seperti Hinduisme.























Daftar pustaka

I.B. Putu Suamba Siwa-Budha di Indonesia: Ajaran dan Perkembangannya, Program Magister S2 Ilmu Agama dan Kebudayaan Bekerjasama dengan Penerbit Widya Dharma, 2007

Tim Penyusun, Kapita Selekta Agama Budha, Jakarta:CV Karyana Abadi, 2003

Djam’annuri, Agama Kita: perspektif sejarah agama-agama. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000

http://id.wikipedia.org/wiki/Hindu

Arifin, H.M ,Prof,M.Ed. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar. Jakarta : Golden Terayon Press, 1986

http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Buddha

Huston Smith, Agama-Agama Dunia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Anggota Ikapi, Memehami Budayana, Bandung: Yayasan Penerbit Kiraniya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar